Jumat, 28 November 2014

Quiz Untuk GA Novel Astilbe (2)

Terungkapnya Sebuah Rahasia

Salahkah aku jika mengidolakan seseorang yang sangat mirip dengan pesepak bola idolaku di masa kecil? Mr.Y, ya itulah istilah yang kupakai untuk menyebutnya. Aku sangat sering bertemu dengannya, tapi itu dulu. Sebelum aku benar-benar menyadari bahwa dia mirip dengan idolaku. Terakhir kali bertemu, ia mengenakan pakaian sepak bola lengkap dengan sepatunya. Namun sayang, aku tak tahu apapun tentangnya. Aku tak tahu dia kelas berapa, namun yang pasti dia adalah kakak kelasku. Kira-kira dimana ya dia sekarang? Apa dia sedang mengikuti tournament atau semacamnya, dan sedang sibuk dengan klub kesebelasannya? Atau jangan-jangan dia sudah pindah sekolah?
Selembar kertas usang yang tiba-tiba ada di telapak tangan kananku, sukses membuatku terperanjat kaget. Terlebih ketika kulihat sisi baliknya, goresan tangan yang kuyakini sebagai huruf asing terpampang dengan tinta merah menyerupai darah. Aku terpaku untuk beberapa detik. Mata dan otakku terus bekerja sama memahami isi kertas itu. Namun sial, aku tetap tak bisa membacanya. Akhirnya aku menyerah dan membuangnya ke tong sampah, bersamaan dengan berderingnya bel masuk.
Pelajaran Bahasa Inggris.  Inilah pelajaran yang selalu membuatku berkali-kali menguap. Sering kali aku berfikir, kenapa kita harus mempelajari bahasa orang lain, sedangkan bahasa kita sendiri sering kali dilupakan. Tiba-tiba saja seorang guru paruh baya dengan dandanan super menor, menyerupai ondel-ondel itu berada tepat di depanku. Bibirnya merah, bak seorang vampire yang baru menghisap darah manusia. Rambut blonde panjang dan lurus dibiarkannya tergerai, menimbulkan kibasan nan menawan bak iklan shampo. Cincin berlian bertengger di beberapa jarinya yang mulai mengeriput termakan zaman.
“Kayla, what is this? Bring it to me!” Madame Mary menatapku tajam, setajam tatapan harimau yang siap menerkam mangsanya. Diambilnya sesuatu dari kedua telapak tanganku.
“Kertas kosong.,” disunggingkannya sebuah senyum sinis.” Okay, kalau tidak mau memperhatikan pelajaran saya, get out please!” Suaranya berhasil memekakkan gendang telingaku .Dilemparnya kertas itu ke mejaku.
Lhoh, kenapa kertas itu bisa ada padaku lagi? Tunggu, Madame  Mary bilang, kertas itu kosong? Kukucek mataku berkali-kali, namun tulisan aneh itu tetap tersodor di depan mataku. Bentuk dan goresannya masih sama. Kusuruh beberapa temanku untuk membantuku membaca tulisan misterius itu. Namun sial, mereka bilang tidak melihat setitik pun tulisan di kertas itu. Dan lebih parahnya, mereka justru menganggapku tak waras. Oh Tuhan, apa arti semua ini?
Kuperhatikan tulisan yang terdapat pada kertas misterius itu. Seperti tulisan Jepang, namun sayang aku tak terlalu faham dengannya. Sebuah ide yang kuanggap cemerlang, tiba-tiba muncul di tengah kebingunganku. Kuambil sebuah buku dengan cover Aaron Ramsey dari tas sekolahku. Kucoba meniru tulisan yang ada di kertas misterius itu. Setelah benar-benar yakin, kuberanikan diri menemui satu-satunya guru bahasa Jepang yang ada di sekolahku. Sensei Tatsuya Hara, guru yang berwarga negara Indonesia, namun blasteran Thailand dan Jepang. Kalau masalah wajah, jangan tanyakan lagi. Meskipun konon ia seusia ayahku, namun garis-garis ketampanannya masih terlihat jelas. Upss., jangan berfikir macam-macam dulu, bukan maksudku aku suka pria yang jauh lebih tua. Untuk saat ini, tentu aku masih mengidolakan Mr.Y-ku.
“Ohayou gozaimasu, Sensei..” sapaku ramah. Kukerahkan seluruh senyumku, namun nampaknya belum cukup untuk melumerkan gumpalan es di hatinya. Hanya deheman ringan dan gerakan tangan kanannya, memberikan isyarat agar aku menduduki kursi di hadapannya.
Setelah beberapa menit berbasa-basi, kutunjukkan tulisan yang kucontek dari kertas misterius. Hatiku berdebar-debar menunggu jawaban yang akan berselancar dari mulutnya.
“Kau dapat kalimat ini dari mana?” tanyanya padaku.
“Sa.., saya mendapatkannya dari selembar kertas.”
“Boleh saya melihatnya?” tanyanya antusias, matanya memandang penuh harap.
Dengan tangan bergetar dan perasaan tak karuan kuserahkan kertas itu pada Sensei Tatsuya. Entah mengapa, raut wajahnya berubah 180  Seperti ada suatu perasaan yang entah apa namanya, tak bisa terdefinisikan oleh kata-kata. Apa ada yang salah?
“Kenapa Sensei, apa arti tulisan itu?” tanyaku ragu.
Sensei Tatsuya masih terdiam, tak memberikan komentar sama sekali. Beberapa detik kemudian dia sudah menghilang, entah kemana. Kepergiannya membuatku semakin bingung. Apalagi kertas itu dibawanya. Kurasa, ada rahasia yang disimpan Sensei Tatsuya, entah apa.

©©©
“Hai.. Kamu Kayla kan?” sebuah suara mengagetkanku. Kuperhatikan sekeliling tempatku duduk. Tak ada siapapun disini.,
“Ka..,kamu siapa?”
“Kamu tak perlu takut, aku tak akan menyakitimu. Aku hanya ingin minta tolong padamu.,”
“Kamu siapa?” tak ada jawaban.“Kamu siapa, tunjukkan wujudmu..” ujarku lagi.
“Aku Airi, Airi Miyazaki.”
Bersamaan dengan munculnya suara itu, seorang wanita mengenakan kimono merah berdiri di hadapanku. Rambut hitam lurusnya menutupi sebagian wajahnya yang penuh luka, seperti goresan benda tajam. Kaki kanannya mengucurkan cairan merah yang berbau menyengat.
“Ikutlah denganku.,” ditariknya lengan kananku, kucoba melepaskan diri darinya. Namun sial, dia terlalu kuat bagiku.
“Kayla..” Suara milik Sensei Tatsuya memanggilku, dan wanita yang bernama Airi itu menghilang.
Lagi-lagi mimpi itu hadir dalam tidurku. Siapa Airi sebenarnya, dan kenapa kehadiran Sensei Tatsuya selalu membuat Airi menghilang? Mungkinkah ini hanya bunga tidur saja? Kalau iya, kenapa harus mimpi ini yang berkali-kali menemani malamku? Kenapa tidak mimpi tentang si Mr.Y saja?
©©©

Malam berikutnya aku masih memimpikan hal yang sama. Namun kali ini Airi berhasil membawaku menuju suatu tempat yang asing bagiku.
“Airi, aku menyayangimu. Maukah kamu menjadi istriku?” Sensei Tatsuya menyodorkan sebuah cincin bermata batu rubi merah.
“ Maaf, aku tak bisa Tatsuya, aku hanya menganggapmu teman. Dan hatiku telah terjerat pada lelaki lain.” Airi tertunduk.
“Siapa Airi, apa maksudmu Dharma?” Sensei Tatsuya menyebut nama Dharma, dengan suara lirih.
Airi mengangguk mengiyakan dugaan Sensei Tatsuya. Sedangkan di balik pohon, Madame Mary memperhatikan perbincangan mereka dengan wajah kesal. Beberapa saat kemudian, Airi diseret paksa oleh seseorang bertopeng hitam ke dalam bangunan setengah  jadi. Beberapa pukulan dipusatkan padanya. Hingga darah segar mengucur mewarnai kulit putihnya, sedangkan kaki kanannya dipenggal dengan cangkul.
“Cukuuup., cukup Airi, aku tak sanggup melihatnya..” Teriakku.
 “Ungkaplah kasus pembunuhanku ini. Aku mohon, hanya kamulah satu-satunya harapanku..” Airi menghilang setelah mengucapkan kalimat itu.
Satu-satunya harapan Airi, apa maksudnya? Lalu, apakah Dharma yang mereka maksud adalah Dharma ayahku?
©©©

 “Apakah Sensei kenal dengan seorang wanita yang bernama Airi?” kuhujamkan pandanganku pada Sensei Tatsuya, usai jam pelajaran. “Airi Miyazaki..,” kuperjelas nama orang yang kumaksud.
“Kamu tahu nama itu dari mana?” Wajah putihnya berubah menjadi merah padam.
“Emm.., dari mimpi, akhir-akhir ini ia sering datang ke mimpi saya dengan peristiwa yang sama. Lebih tepatnya, setelah saya menemukan kertas itu..”
“Lalu apa hubungannya dengan saya?” Tanyanya dingin, seraya melangkah pergi menjauhiku. Dengan sedikit berlari, kucoba mengejar dan menceritakan mimpiku padanya.
“Sensei..,” Teriakku, berusaha menghentikan langkahnya yang semakin menjauh dariku. Kuayunkan kedua kakiku secepat yang kubisa. “Auu..” Tubuhku terjatuh di atas paving basah, namun tetap saja Sensei Tatsuya bersikap acuh padaku. Sekilas kulihat ia memandangku, kemudian melenggang menuju ruang guru.
“Mari kubantu.,” Sebuah tangan dengan kulit sawo matang terjulur di depan wajahku. Kudongakkan kepala, berusaha untuk melihat siapa pemilik tangan dan suara itu. Oh Tuhan., dia Mr.Y kakak kelasku yang menurutku mirip dengan pesepak bola idolaku. Apakah ini mimpi?
“Hei., ayo..,” ucapnya lagi disertai senyum manisnya.
“Eh, i..iya, Kak” kusambut tangan kanannya yang dingin. Oh Tuhan., kenapa perasaanku jadi aneh seperti ini, apakah ini yang dinamakan cinta?
 “Maaf aku harus segera pergi.”
“Eh, terimakasih.,” Kubungkukkan tubuhku padanya. Dan senyum itu kembali terpusat padaku. Beberapa detik kemudian sosoknya telah berlari memunggungiku. Verro Ardyanka, sebuah nama yang berhasil terpungut mataku dari jersey olahraganya. Nama yang keren., tapi kenapa tak kutanyakan hal-hal tentangnya?
©©©

Kuayunkan kaki menuju perpustakaan. Bukan untuk membaca meteri pelajaran ataupun meminjam novel seperti biasa. Kali ini aku ingin mencari data tentang Airi Miyazaki. Bermenit-menit aku membuka satu persatu album yang berbaris rapi pada rak buku. Oh Tuhan, betapa terkejutnya aku. Verro Ardyanka, nama itu tercatat dalam album siswa tahun ajaran 1994-1995. Kuperhatikan lekat-lekat foto yang berwarna hitam putih itu, memang mirip dengan lelaki yang menolongku kemarin. Apakah iya, yang kutemui kemarin adalah roh gentayangan atau semacamnya?
“Kayla, kau disini rupanya. Ah ya, itu apa?” Madame Mary mengejutkanku. Terlebih dengan suaranya yang baru kali ini terdengar renyah. Segera kutunjukkan halaman album yang kupangku.
“Ah, album duapuluh tahun lalu. Hei, kenapa kau tertarik melihatnya?”
Kuceritakan tentang Airi padanya.
“Airi Miyazaki, aku mengenalnya, dulu kami bersahabat.”
“Benarkah, bisakah Madame menceritakannya padaku?
“Dulu lebih tepatnya duapuluh tahun lalu, aku, Airi, Tatsuya Hara, dan juga Dharma ayahmu, bersahabat sangat dekat. Hingga akhirnya, sebuah perasaan yang sering kali disebut cinta merusak segalanya. Kami menjadi saling membenci, dan permusuhan diantara kami tak bisa terhindarkan. Suatu hari Tatsuya menyatakan cintanya pada Airi, namun Airi menolaknya karena ia mencintai ayahmu. Hal itu membuat Tatsuya terlarut-larut dalam kesedihan. Jujur, saat itu aku mencintai Tatsuya, dan wanita mana yang tak sedih melihat pria yang dicintainya terus bersedih? Sejak saat itulah aku membenci Airi.”
“Lalu, apakah Madame tahu kronologi pembunuhan Airi?”
“Aku tak tahu sama sekali tentang itu, bahkan aku tak tahu kalau ia sudah meninggal. Kukira selama ini ia kembali ke Jepang. Namun, akhir-akhir ini Airi sering muncul dalam mimpiku, dia memintaku untuk membantumu mengungkap kematiannya. Dan dia bilang, hanya kamulah satu-satunya orang yang bisa melakukan ini semua karena kamu memiliki hubungan darah dengan orang yang Airi cinta..,”
Kutarik lengan Madame Mary menemui Sensei Tatsuya Hara yang tengah sibuk mengoreksi hasil tes. Aku sangat yakin, sedikit banyak Sensei Tatsuya tahu tentang hal ini.
©©©

“Kamu yakin ingin melakukannya sekarang?” Tanya Sensei Tatsuya padaku.
“Iya Sensei, saya sangat ingin misteri ini cepat terungkap.”
“Baik, bersiaplah..” Dibacanya sebuah kalimat dalam bahasa Jepang yang entah apa artinya.
Di suatu siang yang terik, Madame Mary berbincang dengan salah satu muridnya, dialah Verro Ardyanka. Sekilas nampak kegeraman di wajah Verro. Beberapa saat kemudian, Verro mengenakan pakaian hitam lengkap dengan topengnya yang juga berwarna hitam. Diseretnya Airi dan dilakukannya hal yang sama persis seperti di mimpiku. Setelah Airi tak lagi bernafas, Verro menggotong jasad Airi dan menguburnya di bawah pohon beringin yang kini berada di depan kelas 12 IPA 2. Setelah melakukan itu, Verro mengakhiri hidupnya di salah satu toilet dengan meminum cairan pembersih wc.
“Sensei, Madame, sekarang saya tahu siapa pembunuh Airi, dia adalah Verro Ardyanka. Tapi kenapa ya, dia melakukan itu?” Kutancapkan pandanganku pada Madame Mary dan Sensei Tatsuya bergantian.
“Karena cinta, cinta tak hanya hasrat untuk memiliki orang yang kita sayangi. Cinta adalah bagaimana kita bisa membuat orang yang kita sayangi merasa bahagia, meskipun harus dengan  nyawa..” Verro Ardyanka muncul dari balik dinding belakang ruang guru.
“Ve..Verro, jadi kau membunuh Airi?” suara Madame Mary tergetar, di sudut matanya nampak setitik cairan yang kian mendesak untuk jatuh.
“Iya, demi kamu, Mary..,”
Sebatang cangkul yang tergenggam di tangan kanan Verro kini terpusat padaku. Lensa matanya berubah kemerahan. Seperti ada kebencian mendalam kepadaku. Tapi kenapa, apa salahku?
“Verro, jangan., jangan sakiti Kayla jika kau benar-benar mencintaiku.” Tubuh Madame Mary melindungiku dari Verro, ketika cangkul itu hanya berjarak sepuluh cm dari perutku.
“Tidak., dia harus mati. Aku telah bersumpah untuk membunuh keturunan Dharma..” Teriak Verro.
“Tidak Verro, jangan lakukan itu. Aku akan melakukan apapun yang kau mau, tapi jangan sakiti Kayla. Dia tidak salah..”
“Baiklah..” Jawab Verro datar. Ditebaskannya cangkul itu pada tubuh Madame Mary. Seketika cairan merah mengucur deras menembus gaun putih yang Madame Mary kenakan.
Oh Tuhan, apakah ini yang disebut cinta? Menyakiti orang lain demi melihat orang yang dicintainya bahagia?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar