Terungkapnya
Sebuah Rahasia
Salahkah
aku jika mengidolakan seseorang yang sangat mirip dengan pesepak bola idolaku
di masa kecil? Mr.Y, ya itulah istilah yang kupakai untuk menyebutnya. Aku
sangat sering bertemu dengannya, tapi itu dulu. Sebelum aku benar-benar
menyadari bahwa dia mirip dengan idolaku. Terakhir kali bertemu, ia mengenakan
pakaian sepak bola lengkap dengan sepatunya. Namun sayang, aku tak tahu apapun
tentangnya. Aku tak tahu dia kelas berapa, namun yang pasti dia adalah kakak
kelasku. Kira-kira dimana ya dia sekarang? Apa dia sedang mengikuti tournament
atau semacamnya, dan sedang sibuk dengan klub kesebelasannya? Atau
jangan-jangan dia sudah pindah sekolah?
Selembar
kertas usang yang tiba-tiba ada di telapak tangan kananku, sukses membuatku
terperanjat kaget. Terlebih ketika kulihat sisi baliknya, goresan tangan yang
kuyakini sebagai huruf asing terpampang dengan tinta merah menyerupai darah.
Aku terpaku untuk beberapa detik. Mata dan otakku terus bekerja sama memahami
isi kertas itu. Namun sial, aku tetap tak bisa membacanya. Akhirnya aku
menyerah dan membuangnya ke tong sampah, bersamaan dengan berderingnya bel
masuk.
Pelajaran
Bahasa Inggris. Inilah pelajaran yang
selalu membuatku berkali-kali menguap. Sering kali aku berfikir, kenapa kita
harus mempelajari bahasa orang lain, sedangkan bahasa kita sendiri sering kali
dilupakan. Tiba-tiba saja seorang guru paruh baya dengan dandanan super menor, menyerupai
ondel-ondel itu berada tepat di depanku. Bibirnya merah, bak seorang vampire
yang baru menghisap darah manusia. Rambut blonde panjang dan lurus dibiarkannya
tergerai, menimbulkan kibasan nan menawan bak iklan shampo. Cincin berlian
bertengger di beberapa jarinya yang mulai mengeriput termakan zaman.
“Kayla,
what is this? Bring it to me!” Madame Mary menatapku tajam, setajam tatapan
harimau yang siap menerkam mangsanya. Diambilnya sesuatu dari kedua telapak
tanganku.
“Kertas
kosong.,” disunggingkannya sebuah senyum sinis.” Okay, kalau tidak mau
memperhatikan pelajaran saya, get out please!” Suaranya berhasil memekakkan
gendang telingaku .Dilemparnya kertas itu ke mejaku.
Lhoh,
kenapa kertas itu bisa ada padaku lagi? Tunggu, Madame Mary bilang, kertas itu kosong? Kukucek
mataku berkali-kali, namun tulisan aneh itu tetap tersodor di depan mataku. Bentuk
dan goresannya masih sama. Kusuruh beberapa temanku untuk membantuku membaca
tulisan misterius itu. Namun sial, mereka bilang tidak melihat setitik pun
tulisan di kertas itu. Dan lebih parahnya, mereka justru menganggapku tak waras.
Oh Tuhan, apa arti semua ini?
Kuperhatikan
tulisan yang terdapat pada kertas misterius itu. Seperti tulisan Jepang, namun sayang
aku tak terlalu faham dengannya. Sebuah ide yang kuanggap cemerlang, tiba-tiba
muncul di tengah kebingunganku. Kuambil sebuah buku dengan cover Aaron Ramsey
dari tas sekolahku. Kucoba meniru tulisan yang ada di kertas misterius itu.
Setelah benar-benar yakin, kuberanikan diri menemui satu-satunya guru bahasa
Jepang yang ada di sekolahku. Sensei Tatsuya Hara, guru yang berwarga negara
Indonesia, namun blasteran Thailand dan Jepang. Kalau masalah wajah, jangan
tanyakan lagi. Meskipun konon ia seusia ayahku, namun garis-garis ketampanannya
masih terlihat jelas. Upss., jangan berfikir macam-macam dulu, bukan maksudku
aku suka pria yang jauh lebih tua. Untuk saat ini, tentu aku masih mengidolakan
Mr.Y-ku.
“Ohayou gozaimasu, Sensei..” sapaku ramah. Kukerahkan seluruh senyumku, namun nampaknya
belum cukup untuk melumerkan gumpalan es di hatinya. Hanya deheman ringan dan
gerakan tangan kanannya, memberikan isyarat agar aku menduduki kursi di
hadapannya.
Setelah
beberapa menit berbasa-basi, kutunjukkan
tulisan yang kucontek dari kertas misterius. Hatiku berdebar-debar menunggu
jawaban yang akan berselancar dari mulutnya.
“Kau
dapat kalimat ini dari mana?” tanyanya padaku.
“Sa..,
saya mendapatkannya dari selembar kertas.”
“Boleh
saya melihatnya?” tanyanya antusias, matanya memandang penuh harap.
Dengan
tangan bergetar dan perasaan tak karuan kuserahkan kertas itu pada Sensei Tatsuya.
Entah mengapa, raut wajahnya berubah 180
Seperti ada suatu perasaan yang entah apa
namanya, tak bisa terdefinisikan oleh kata-kata. Apa ada yang salah?
“Kenapa
Sensei, apa arti tulisan itu?” tanyaku ragu.
Sensei
Tatsuya masih terdiam, tak memberikan komentar sama sekali. Beberapa detik
kemudian dia sudah menghilang, entah kemana. Kepergiannya membuatku semakin
bingung. Apalagi kertas itu dibawanya. Kurasa, ada rahasia yang disimpan Sensei
Tatsuya, entah apa.
©©©
“Hai.. Kamu Kayla kan?” sebuah suara
mengagetkanku. Kuperhatikan sekeliling tempatku duduk. Tak ada siapapun
disini.,
“Ka..,kamu siapa?”
“Kamu tak perlu takut, aku tak akan
menyakitimu. Aku hanya ingin minta tolong padamu.,”
“Kamu siapa?” tak ada jawaban.“Kamu siapa,
tunjukkan wujudmu..” ujarku lagi.
“Aku Airi, Airi Miyazaki.”
Bersamaan dengan munculnya suara itu, seorang
wanita mengenakan kimono merah berdiri di hadapanku. Rambut hitam lurusnya
menutupi sebagian wajahnya yang penuh luka, seperti goresan benda tajam. Kaki
kanannya mengucurkan cairan merah yang berbau menyengat.
“Ikutlah denganku.,” ditariknya lengan
kananku, kucoba melepaskan diri darinya. Namun sial, dia terlalu kuat bagiku.
“Kayla..” Suara milik Sensei Tatsuya
memanggilku, dan wanita yang bernama Airi itu menghilang.
Lagi-lagi mimpi itu hadir dalam tidurku. Siapa
Airi sebenarnya, dan kenapa kehadiran Sensei Tatsuya selalu membuat Airi
menghilang? Mungkinkah ini hanya bunga tidur saja? Kalau iya, kenapa harus
mimpi ini yang berkali-kali menemani malamku? Kenapa tidak mimpi tentang si
Mr.Y saja?
©©©
Malam berikutnya aku masih memimpikan hal
yang sama. Namun kali ini Airi berhasil membawaku menuju suatu tempat yang
asing bagiku.
“Airi, aku menyayangimu. Maukah kamu menjadi
istriku?” Sensei Tatsuya menyodorkan sebuah cincin bermata batu rubi merah.
“ Maaf, aku tak bisa Tatsuya, aku hanya menganggapmu
teman. Dan hatiku telah terjerat pada lelaki lain.” Airi tertunduk.
“Siapa Airi, apa maksudmu Dharma?” Sensei
Tatsuya menyebut nama Dharma, dengan suara lirih.
Airi mengangguk mengiyakan dugaan Sensei
Tatsuya. Sedangkan di balik pohon, Madame Mary memperhatikan perbincangan
mereka dengan wajah kesal. Beberapa saat kemudian, Airi diseret paksa oleh seseorang
bertopeng hitam ke dalam bangunan setengah
jadi. Beberapa pukulan dipusatkan padanya. Hingga darah segar mengucur
mewarnai kulit putihnya, sedangkan kaki kanannya dipenggal dengan cangkul.
“Cukuuup., cukup Airi, aku tak sanggup
melihatnya..” Teriakku.
“Ungkaplah
kasus pembunuhanku ini. Aku mohon, hanya kamulah satu-satunya harapanku..” Airi
menghilang setelah mengucapkan kalimat itu.
Satu-satunya harapan Airi, apa maksudnya?
Lalu, apakah Dharma yang mereka maksud adalah Dharma ayahku?
©©©
“Apakah Sensei kenal dengan seorang wanita yang
bernama Airi?” kuhujamkan pandanganku pada Sensei Tatsuya, usai jam pelajaran.
“Airi Miyazaki..,” kuperjelas nama orang yang kumaksud.
“Kamu
tahu nama itu dari mana?” Wajah putihnya berubah menjadi merah padam.
“Emm..,
dari mimpi, akhir-akhir ini ia sering datang ke mimpi saya dengan peristiwa
yang sama. Lebih tepatnya, setelah saya menemukan kertas itu..”
“Lalu
apa hubungannya dengan saya?” Tanyanya dingin, seraya melangkah pergi
menjauhiku. Dengan sedikit berlari, kucoba mengejar dan menceritakan mimpiku
padanya.
“Sensei..,”
Teriakku, berusaha menghentikan langkahnya yang semakin menjauh dariku.
Kuayunkan kedua kakiku secepat yang kubisa. “Auu..” Tubuhku terjatuh di atas
paving basah, namun tetap saja Sensei Tatsuya bersikap acuh padaku. Sekilas
kulihat ia memandangku, kemudian melenggang menuju ruang guru.
“Mari
kubantu.,” Sebuah tangan dengan kulit sawo matang terjulur di depan wajahku. Kudongakkan
kepala, berusaha untuk melihat siapa pemilik tangan dan suara itu. Oh Tuhan.,
dia Mr.Y kakak kelasku yang menurutku mirip dengan pesepak bola idolaku. Apakah
ini mimpi?
“Hei.,
ayo..,” ucapnya lagi disertai senyum manisnya.
“Eh,
i..iya, Kak” kusambut tangan kanannya yang dingin. Oh Tuhan., kenapa perasaanku
jadi aneh seperti ini, apakah ini yang dinamakan cinta?
“Maaf aku harus segera pergi.”
“Eh,
terimakasih.,” Kubungkukkan tubuhku padanya. Dan senyum itu kembali terpusat
padaku. Beberapa detik kemudian sosoknya telah berlari memunggungiku. Verro
Ardyanka, sebuah nama yang berhasil terpungut mataku dari jersey olahraganya.
Nama yang keren., tapi kenapa tak kutanyakan hal-hal tentangnya?
©©©
Kuayunkan
kaki menuju perpustakaan. Bukan untuk membaca meteri pelajaran ataupun meminjam
novel seperti biasa. Kali ini aku ingin mencari data tentang Airi Miyazaki.
Bermenit-menit aku membuka satu persatu album yang berbaris rapi pada rak buku.
Oh Tuhan, betapa terkejutnya aku. Verro Ardyanka, nama itu tercatat dalam album
siswa tahun ajaran 1994-1995. Kuperhatikan lekat-lekat foto yang berwarna hitam
putih itu, memang mirip dengan lelaki yang menolongku kemarin. Apakah iya, yang
kutemui kemarin adalah roh gentayangan atau semacamnya?
“Kayla,
kau disini rupanya. Ah ya, itu apa?” Madame Mary mengejutkanku. Terlebih dengan
suaranya yang baru kali ini terdengar renyah. Segera kutunjukkan halaman album
yang kupangku.
“Ah,
album duapuluh tahun lalu. Hei, kenapa kau tertarik melihatnya?”
Kuceritakan
tentang Airi padanya.
“Airi
Miyazaki, aku mengenalnya, dulu kami bersahabat.”
“Benarkah,
bisakah Madame menceritakannya padaku?
“Dulu
lebih tepatnya duapuluh tahun lalu, aku, Airi, Tatsuya Hara, dan juga Dharma
ayahmu, bersahabat sangat dekat. Hingga akhirnya, sebuah perasaan yang sering
kali disebut cinta merusak segalanya. Kami menjadi saling membenci, dan
permusuhan diantara kami tak bisa terhindarkan. Suatu hari Tatsuya menyatakan
cintanya pada Airi, namun Airi menolaknya karena ia mencintai ayahmu. Hal itu
membuat Tatsuya terlarut-larut dalam kesedihan. Jujur, saat itu aku mencintai
Tatsuya, dan wanita mana yang tak sedih melihat pria yang dicintainya terus
bersedih? Sejak saat itulah aku membenci Airi.”
“Lalu,
apakah Madame tahu kronologi pembunuhan Airi?”
“Aku
tak tahu sama sekali tentang itu, bahkan aku tak tahu kalau ia sudah meninggal.
Kukira selama ini ia kembali ke Jepang. Namun, akhir-akhir ini Airi sering
muncul dalam mimpiku, dia memintaku untuk membantumu mengungkap kematiannya.
Dan dia bilang, hanya kamulah satu-satunya orang yang bisa melakukan ini semua
karena kamu memiliki hubungan darah dengan orang yang Airi cinta..,”
Kutarik
lengan Madame Mary menemui Sensei Tatsuya Hara yang tengah sibuk mengoreksi
hasil tes. Aku sangat yakin, sedikit banyak Sensei Tatsuya tahu tentang hal
ini.
©©©
“Kamu
yakin ingin melakukannya sekarang?” Tanya Sensei Tatsuya padaku.
“Iya
Sensei, saya sangat ingin misteri ini cepat terungkap.”
“Baik,
bersiaplah..” Dibacanya sebuah kalimat dalam bahasa Jepang yang entah apa
artinya.
Di suatu siang yang terik, Madame Mary berbincang
dengan salah satu muridnya, dialah Verro Ardyanka. Sekilas nampak kegeraman di
wajah Verro. Beberapa saat kemudian, Verro mengenakan pakaian hitam lengkap
dengan topengnya yang juga berwarna hitam. Diseretnya Airi dan dilakukannya hal
yang sama persis seperti di mimpiku. Setelah Airi tak lagi bernafas, Verro
menggotong jasad Airi dan menguburnya di bawah pohon beringin yang kini berada
di depan kelas 12 IPA 2. Setelah melakukan itu, Verro mengakhiri hidupnya di
salah satu toilet dengan meminum cairan pembersih wc.
“Sensei,
Madame, sekarang saya tahu siapa pembunuh Airi, dia adalah Verro Ardyanka. Tapi
kenapa ya, dia melakukan itu?” Kutancapkan pandanganku pada Madame Mary dan
Sensei Tatsuya bergantian.
“Karena
cinta, cinta tak hanya hasrat untuk memiliki orang yang kita sayangi. Cinta
adalah bagaimana kita bisa membuat orang yang kita sayangi merasa bahagia,
meskipun harus dengan nyawa..” Verro
Ardyanka muncul dari balik dinding belakang ruang guru.
“Ve..Verro,
jadi kau membunuh Airi?” suara Madame Mary tergetar, di sudut matanya nampak
setitik cairan yang kian mendesak untuk jatuh.
“Iya,
demi kamu, Mary..,”
Sebatang
cangkul yang tergenggam di tangan kanan Verro kini terpusat padaku. Lensa
matanya berubah kemerahan. Seperti ada kebencian mendalam kepadaku. Tapi
kenapa, apa salahku?
“Verro,
jangan., jangan sakiti Kayla jika kau benar-benar mencintaiku.” Tubuh Madame
Mary melindungiku dari Verro, ketika cangkul itu hanya berjarak sepuluh cm dari
perutku.
“Tidak.,
dia harus mati. Aku telah bersumpah untuk membunuh keturunan Dharma..” Teriak
Verro.
“Tidak
Verro, jangan lakukan itu. Aku akan melakukan apapun yang kau mau, tapi jangan
sakiti Kayla. Dia tidak salah..”
“Baiklah..”
Jawab Verro datar. Ditebaskannya cangkul itu pada tubuh Madame Mary. Seketika
cairan merah mengucur deras menembus gaun putih yang Madame Mary kenakan.
Oh
Tuhan, apakah ini yang disebut cinta? Menyakiti orang lain demi melihat orang
yang dicintainya bahagia?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar